Categories: Artikel

Iqamah Tanpa Pengeras Suara, Bolehkah?

Terdapat pendapat yang menganjurkan agar iqamah dilantunkan tanpa pengeras suara. Sehingga hanya didengar oleh orang yang berada di dalam masjid. Mereka beralasan bahwa adzan dan iqamah yang dilakukan Bilal, tempatnya beda. Bilal melakukan adzan di tempat yang tinggi, sementara Bilal iqamah di lantai dasar.

Urwan bin Zubair menceritakan pernyataan seorang wanita dari Bani Najjar,

كَانَ بَيْتِى مِنْ أَطْوَلِ بَيْتٍ حَوْلَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ بِلاَلٌ يُؤَذِّنُ عَلَيْهِ الْفَجْرَ

Dulu rumahku adalah bangunan yang paling tinggi di sekitar masjid. Dan Bilal melakukan adzan subuh di sana.. (HR. Abu Daud 519 dan dishahihkan al-Hafidz Ibnu Hajar).

Bilal melakukan adzan di tempat yang tinggi dengan suara keras, agar didengar banyak orang di luar masjid. Sehingga mengingatkan mereka akan masuknya waktu shalat. Sementara iqamah hanya untuk memberi tahu bahwa sesaat lagi shalat jamaah dilaksanakan, sehingga yang paling berpekentingan untuk mendengarkannya adalah mereka yang berada di dalam masjid. Karena itu, iqamah dianjurkan tidak menggunakan pengeras suara.

Ada juga yang berpendapat bahwa iqamah dianjurkan menggunakan pengeras suara sebagaimana adzan.

Ada beberapa dalil yang menunjukkan hal ini. Di antaranya,

1) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمْ الْإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلَاةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ

Apabila kalian mendengar iqamah tetap berjalanlah dengan penuh ketenangan menuju shalat jamaah. (HR. Bukhari 636 & Muslim 502)

Hadis ini menunjukkan bahwa di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, makmum yang masih dalam perjalanannya menuju masjid, juga mendengarkan iqamah. Berarti iqamah juga dikeraskan, sehingga yang di luar masjid juga mendengarnya.

2) Dari Nafi’ rahimahullah – beliau bercerita tentang Ibnu Umar,

أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ رضي الله عنهما سَمِعَ الْإِقَامَةَ وَهُوَ بِالْبَقِيعِ فَأَسْرَعَ الْمَشْيَ إِلَى الْمَسْجِدِ

Bahwa Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma mendengar iqamah ketika beliau berada di Baqi’. Lalu beliau mempercepat menuju masjid. (HR. Malik dalam al-Muwatha’ no. 158).

Dan ketika itu masjid belum mengalami perluasan seperti saat ini, sehingga jarak masjid dengan Baqi masih cukup jauh. Ada yang mengatakan, jarak masjid nabawi dengan Baqi sekitar 500m.

Keterangan ini menunjukkan bahwa iqamah itu dikeraskan dan bisa didengar mereka yang berada jauh di luar masjid.

3) Keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,

كَانَ الْأَذَانُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثْنَى مَثْنَى ، وَالْإِقَامَةُ مَرَّةً مَرَّةً ، إِلَّا أَنَّكَ إِذَا قُلْتَ : قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ ، قَالَهَا مَرَّتَيْنِ ، فَإِذَا سَمِعْنَا قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ تَوَضَّأْنَا ثُمَّ خَرَجْنَا إِلَى الصَّلَاةِ

“Adzan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dibaca 2 kali – 2 kali, sementara iqamah dibaca sekali-sekali. Hanya saja, ketika kamu mengucapkan “qad qamat as-shalat”, dibaca 2 kali. Dulu ketika kami mendengar, “qad qamat as-shalat” kami langsung berwudhu, lalu kami berangkat shalat jamaah.” (HR. Abu Daud 510, Nasai 668 dan dishahihkan al-Albani)

Imam As-Sindi menjelaskan,

قوله : (فَإِذَا سَمِعْنَا قَدْ قَامَتْ الصَّلَاةُ تَوَضَّأْنَا ثُمَّ خَرَجْنَا إِلَى الصَّلَاةِ) لعل مراده أن بعضهم كان أحياناً يؤخرون الخروج إلى الإقامة اعتماداً على تطويل قراءته صلى الله عليه وسلم

Perkataan Ibnu Umar “ketika kami mendengar, “qad qamat as-shalat” kami langsung berwudhu, lalu kami berangkat shalat jamaah.” mungkin maksudnya bahwa sebagian sahabat terkadang datang telat ketika jamaah karena panjangnya bacaan shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Hasyiyah as-Sindi ‘ala Sunan an-Nasa’i)

4) Bahwa yang benar tempat untuk iqamah dan untuk adzan itu sama dan tidak dibedakan.

Syaikhul Islam mengatakan,

والسنة أن يكون الأذان والإقامة في موضع واحد ، فإذا أذن في مكان استحب أن يقيم فيه ، لا في الموضع الذي يصلي فيه

Yang sesuai sunah hendaknya adzan dan iqamah dilakukan di tempat yang sama. Jika adzan dilakukan di tempat A maka iqamah juga dilakukan di tempat yang sama. Dan bukan di tempat shalat. (Syarh al-Umdah, hlm. 129)

Semua keterangan menguatkan pendapat bahwa iqamah juga dikeraskan sebagaimana adzan. Yang berkepentingan dengan iqamah tidak hanya orang yang berada di dalam masjid, termasuk yang berada di luar masjid.

Dalam al-Fatawa al-Hindiyah dinyatakan,

ومن السنة أن يأتي بالأذان والإقامة جهرا رافعا بهما صوته، إلا أن الإقامة أخفض منه، هكذا في النهاية والبدائع

Bagian dari sunah agar adzan dan iqamah dikeraskan, diangkat suaranya. Hanya saja, iqamah bisa sedikit lebih pelan. Demikian penjelasan dalam kitab an-Nihayah dan al-Bada’i. (al-Fatawa al-Hindiyah, 1/55).

Demikian, Allahu a’lam. (***)

Sumber: https://konsultasisyariah.com/31075-hukum-iqamah-tanpa-pengeras-suara.html